Monday, December 29, 2014

, , , ,

Gallery: Aceh dan Tsunami

Aceh saat ini. Pelabuhan Ule Lheue.
Sepuluh tahun yang lalu, 26 Desember 2004, saudara kita di ujung pula Sumatera terkena hempasan dahsyat ombak Tsunami. Ratusan ribu dinyatakan tewas dalam kejadian ini. Sisanya harus hidup bergantung pada pengungsian. Bencana ini tak hanya jadi sorotan berita nasional, melainkan gema bingarnya sampai ke ujung dunia. Sejenak dunia perberitaan nasional (dan juga internasional) melupakan isu-isu pergerakan gerakan merdeka dari daerah ini. Isu kemanusiaan menjadi paling utama. Setiap bahagian penduduk bumi ini memberikan sumbangsih yang mereka bisa.

Kini Aceh telah banyak berbenah. Meskipun bencana Tsunami tidak mungkin dihapus dari jejak sejarah kota ini, penduduk Aceh tengah beranjak move on dari kesedihan. Bekas-bekas Tsunami dijadikan monumen dan museum. Hampir di setiap masjid, hotel dan tempat umum, selalu dipajang foto-foto kondisi ketika diterjang tsunami. Bahkan di kantor yang saya kunjungi, di pintu masuk dibuat semacam garis setinggi paha orang dewasa yang bertuliskan "ketinggian air Tsunami". Orang Aceh yang pernah saya temui mengatakan "Tidak apa tanah kami terkena hempasan, tapi lihatlah tempat kami, sekarang indah, swadaya dan makmur".


Masjid Baiturrahim, masih teguh berdiri dan menjadi satu-satunya bangunan yang masih utuh ketika diterjang tsunami.
Hampir di setiap bangunan memiliki penanda ketinggin air seperti ini.
Kemakmuran Aceh bisa dilihat di sudut-sudut perkotaan dan taman-taman yang tertata apik. Bekas-bekas Tsunami dijadikan museum peringatan. Contohnya Museum Tsunami. Kuliner Aceh juga berbenah menjadi tempat yang makanannya enak-enak. Warung-warung kopi Aceh yang terkenal lezat sekali menjamur dan menjadi tempat bergaul nge-hip pemuda-pemudi Aceh. Kalau di kota kamu abege-abege main di mal, nonton bioskop, atau karaoke, abege-abege Aceh main di warung kopi sambil menonton klub bola kesukaan. Orang Aceh tidak masalah ketika pemerintah daerah melarang pendirian diskotik, karena mereka rasa itu tidak perlu. Para keluarga di Aceh yang punya anak kecil juga tidak masalah jika di Aceh tidak dibangun mal besar dengan wahana Timezone, kan mereka tetap bisa ajak anak-anak main ke taman-taman kota yang lengkap dengan perosotan dan ayunan.





Mie Aceh Kepiting. Menu dengan kepiting sebesar ini, harganya cuman 25-30 ribu doang!
Saya baru sekali berkunjung ke Aceh dan saya langsung jatuh cinta dengan kotanya. Kulinernya enak-enak dan masyarakatnya santun-santun. Apakah jika ada cewek nggak hijab di tempat umum lantas ditangkap terus dibungkus kepalanya? Tidak tuh. Apakah jika ada cewek yang bonceng ngangkang lalu ditangkap polisi? Enggak juga, beberapa di antara yang saya lihat, tidak sedikit juga yang pakai celana jins. Syariah Islam memang menjadi etiket di provinsi Aceh, tapi bukan berarti tidak menghargai yang tidak mengikutinya. Malahan saya heran kok ketika saya Googling tentang Aceh, berita yang muncul adalah 'Upacara rajam pemuda-pemudi yang ketahuan pacaran', 'Aceh menerapkan hukum yang dinilai melanggar HAM', 'Isu larangan non jilbab' dkk. Kenapa jarang sekali berita tentang kopi Aceh yang enak banget, atau artikel di majalan mode yang bilang tas-tas dan batik khas Aceh itu lucu-lucu? Mungkin awak medianya yang kurang piknik kali ya? Semoga saya salah, barangkali saya saja yang kurang kepo berita tentang Aceh. :p


Masjid Raya Baiturrahman, masjid terbesar kota Banda Aceh.
Interior Masjid Baiturrahman.
Masih di Pelabuhan Ule Lheue. Pelabuhan menuju pulau Sabang
Tempat mana saja yang bisa kita kunjungi selama di Aceh? Kalau kamu punya waktu dan dana cukup, disarankan untuk mampir menyeberang ke pulau Weh/kota Sabang. Di sana kamu bisa jalan-jalan dan menuju titik nol, yakni titik ujung paling barat Negara Indonesa. Tetapi jika waktunya sedikit, tempat asik di sekitar kota pun nggak kalah seru. Misalnya mengunjungi warung-warung kopi (di warung manapun, semua kopinya enak), ke museum dan monumen, dan juga ke pantai.

Rumoh Aceh, warung kopi yang juga menjual kopi Luwak.
Dan tentu saja, jangan sampai kamu melewatkan Museum Tsunami. Museum yang didesain oleh Pak Ridwan Kamil sebelum menjadi walikota Bandung ini menampung banyakk cerita tentang Tsunami. Dari foto-foto tsunami, kisah seorang anak yang kehilangan keluarganya ketika bencana, sampai sebuah jam dinding -sumbangan dari seorang penduduk- yang jarumnya menunjuk ke waktu kejadian tsunami. Konon jarum jam tersebut tetap tidak mau kembali ke jarum semula.



Di salah satu bagian museum, terdapat ruang yang dinamai Ruang Doa, di situ ditulis nama-nama korban yang wafat akibat tsunami sepuluh tahun yang lalu. Ruangan tersebut berbentuk kubah gelap. Hanya ada satu cahaya yang menerangi, yaitu sebuah lubang di puncak kubah, yang dari bawahnya kita bisa melihat ada tulisan asma Allah di sana. Ruangan ini juga diiringi sayup lagu tradisional Aceh yang makin membuat bulu kuduk merinding.






Backpacker ke Aceh, mungkinkah? Mungkin banget. Katakanlah tiket pesawat nggak dihitung (hitung sendiri dari tempat tinggal masing-masing ya), penginapan di Aceh harganya kisaran 200ribu sampai 300ribu. 300 ribu itu saja sudah mendapat hotel yang bagus banget, tinggal dibagi beberapa orang yang kamu ajak jalan-jalan deh. Coba cek Hotel Medan. Untuk makanan, sejauh yang saya amati harganya nggak terlalu mahal banget kok (kepiting aja harganya 25ribuan). Segelas kopi harganya 3 ribu rupiah. Biaya masuk ke museum-museum, semuanya gratis. Di Aceh, banyak tersedia angkot-angkot yang muter-muter ke tempat-tempat seru.

Saya belum mencoba jalan-jalan ke Aceh ala backpacker, kemarin ini kebetulan karena ada pekerjaan di sana. Tapi suatu saat semoga kesampean ke Aceh lagi. Ke pulau Weh! Nyegur atau snorkel di sana. Winkkk.

By the way, kenapa saya menulis post traveling di beauty blog Jenganten? Pertama, saya pengen ikut memperingati satu dasawarsa tsunami. Kedua, saya pengen pembaca-pembaca tahu bahwa Aceh itu nggak sebegitunya kok. Aceh nggak seekstrim yang diberitakan di media-media berita. Aceh itu seru dan nyaman untuk dikunjungi. Aceh juga menggabungkan antara iklim Islami yang kental, plus toleransi yang dijunjung tinggi. Ketiga, saya ingin meneruskan pesan yang disampaikan seorang Bapak yang saya temui di Aceh yaitu: ajaklah orang untuk ke Aceh, Aceh itu aman, beritahukan pada semua orang bahwa di sini kalian akan dijamu dan dimanja dengan keramahtamahan khas Aceh.

Selamat pagi,
+Andhika Lady Maharsi
Continue reading Gallery: Aceh dan Tsunami

Saturday, December 20, 2014

, ,

Vintage atau Retro OOTD

Pada suatu hari, saya terlibat dalam sebuah perdebatan sengit tentang perbedaan pengertian vintage dan retro. Kemudian saya Googling. Halaman demi halaman saya buka satu per satu. Halaman pertama yang saya buka mengatakan, perbedaan vintage dan retro ada pada kurun waktunya. Vintage menggambarkan budaya dan hal-hal yang berbau jaman tahun 20-60an. Sedangkan retro agak lebih muda sedikit, yaitu tahun 70an. Baiklah, saya paham pada pendapat pertama.

Pendapat kedua lain lagi. Menurut golongan ini, letak perbedaan vintage dan retro ada pada nilai sejarah sebuah barang. Vintage, artinya barangnya memang dibuat dari jaman dulu, dengan gaya jaman dulu. Misalnya kamu memakai rok A-line milik nenekmu yang lahir tahun 50an, maka rok yang kamu pakai adalah jenis vintage. Sedangkan retro artinya adalah barang bergaya jadul, namun dibuat pada jaman sekarang. Contoh kasusnya, semisal kami memakai topi cloche gaya 20-an, tapi made in China tahun 2013, topi yang kamu pakai adalah jenis retro. Kamu nggak bisa melabeli sebuah barang sebagai vintage, kecuali memang dibuat pada jamannya. Barang vintage sudah pasti antik, tetapi barang retro belum tentu. Pendapat kedua, saya juga paham.

Buat saya, perbedaan itu nggak begitu penting. Saya mengacu pada istilah yang lazim digunakan masyarakat saja. Yaitu kebanyakan dari kita menyebut pakaian old style sebagai vintage. Karena di kuping saya cukup aneh juga, kalau kita menyebut 'Eh bajumu retro banget', kebanyakan bilangnya pasti 'Suka sama model vintage baju kamu'.

Ini contoh model dan gambar vintage-vintage yang saya ambil dari Google:

Baju vintage. Sumber 
Bikini vintage. Sumber
Model rambut vintage. Sumber
Kerah vintage. Sumber
Bentuk gaya-gaya vintage itu bisa juga diterapkan ke kamu-kamu yang berhijab. Misalnya mengambil contoh kerah vintage untuk dibuat blus.





Hmm, ada yang kurang sih sebenernya, yaitu motif bunga-bunga kecil khas vintage. Tapi yaudah lah. Yang penting kerahnya sudah agak mirip. :p..

Selamat sore, selamat berhujan-hujan.

+Andhika Lady Maharsi
Continue reading Vintage atau Retro OOTD

Sunday, December 7, 2014

, , ,

Selamat Wisuda, Mifta, M.Pd & Niluh, M.Pd

Layaknya hari Sabtu seperti biasanya, tapi pagi kali ini beda. Saya bangun lebih pagi sekitar jam 3.00 untuk merias sahabatku, Mifta dan temannya, Niluh. Mifta adalah kawan saya semasa KKN, doi lulus S1 3,5 tahun dan langsung dapet beasiswa S2 dari kampus. Sekarang sudah menikah dan sedang hamil 3 bulan.

Kayaknya asik nih, wisuda lagi hamil dan ditemenin sama suamik. Ceilahh...

Nah, pendek kata, saya senang ahirnya dimintai untuk membantu merias dia saat wisuda. Memang saya belum pernah secara resmi membuka jasa rias-riasan/MUA-MUAan, tapi alhamdulillah hampir selalu aja ada yang minta diriasin ketika acara-acara seperti ini. Biasanya temen-temen lama, atau temen-temennya si temen. #temenception

Niluh dan Mifta


Jangan dibandingin sama yang tengah ya, saya lagi nggak pake makeup blass, dan belum mandi.
Di kesempatan ini saya juga ikut membantu pasang sanggul untuk Mbak Niluh. Saya eksaitid banget, karena baru kali ini saya dapet kawan yang wisudanya minta pakai sanggul. Biasanya saya cuman menyanggul untuk menari Bali, yang mana sasaknya nggak begitu ribet-ribet banget. Kalau sanggul untuk wisuda, kan harus rapian dikit dong. :). Yeah, akhirnya sanggul ala Jenganten berhasil dipasang deh,,,,




Lalu untuk Mbak Mifta, ada special request kalau hijabnya pengen pake topi. Katanya sudah kebiasaan pakai topi, jadi pas saya tawarin untuk memakai inner, doi menolaknya. Hehe. Tak apa, toh pake topi pun masih bisa dibentuk biar lucu kayak hijab wisuda.

Jarum-jarum di samping itu belum dibenerin. :)
Rumah Mbak Mifta tepat di depan Kali Code. Jadi bisa foto-foto sambil ilhat sunrise.
Ya begitulah aktifitas Sabtu pagi saya, pulangnya saya sarapan, nyanyi-nyanyi dan nonton TV dengan bahagia. 



Continue reading Selamat Wisuda, Mifta, M.Pd & Niluh, M.Pd

Saturday, November 29, 2014

, , ,

Citra Pink Orchid Facial Foam & Moisturizer First Impression

Haloo Jeng.

Beberapa waktu lalu saya dihubungi pihak Citra untuk mereview produk baru mereka, yaitu Citra Japanese Wakamewhich is (sekali-kali deh pake kata which is, hihi) saya suka dengan serum dan karakter gel-nya yang enak mudah meresap.

Nah, di dalam hampers yang saya dapetin itu, ternyata ada tambahan produk Citra terbaru yaitu Citra Korean Pink Orchid, atau kalo di bahasa Indonesia artinya adalah produk pelembap yang diperkaya dengan kandungan Anggrek Pink. Ada dua varian produk Pink Orchid, pelembap dan facial foam. Di sini saya mau share sedikit tentang first impression dari kedua produk ini.

Sebelum saya lanjutin, mungkin saya perlu cerita juga nih, apa sih bedanya short review, full review dengan first impression? Short review, artinya sebuah produk sudah cukup lengkap dibahas di postingan blog, tapi belum cukup mewakili penilaian keseluruhan produk. Full review, artinya sebuah produk sudah dibahas secara menyeluruh. Misalnya sebuah review foundation yang membahas bagaimana dia menutup jerawat, bagaimana stay power, bagaimana efek pada bermacam jenis kulit, bagaimana swatch-nya, itu sudah bisa dikatakan sebagai full review.

Sementara, first impression itu adalah penilaian awal buat produk yang baru dipakai. Biasanya first impression itu berlaku untuk skincare yang baru dipakai kurang dari satu minggu. Yakali ada skincare yang langsung ketahuan hasilnya dalam waktu seminggu? Saya rasa sih, cukup hoax ya, hehe. Jujur saya sering membaca review yang bilang "produk ini memutihkan lho, cuman dalam satu minggu saja udah langsung kelihatan putih kayak Putri Salju", saya malahan agak aneh itu produknya emang hebat banget, produknya mengandung bahan lalalala, atau penulisnya yang lebay membesar-besarkan kualitas produk?

Mari kita anggap celotehan saya di atas cuman angin sepoi-sepoi saja, yuk lanjut ke bagian first impression Citra Pink Orchid,


1. Pink Orchid UV Facial Moisturizer




Saya pernah memasukkan Citra pelembap ke daftar Perjalanan Menemukan Pelembap, hanya saja waktu itu varian yang saya sebutkan adalah versi Pearly White. Kalau dibandingkan dengan Pink Orchid, saya sih nggak menemukan perbedaan yang kentara. Cuman aromanya saja yang agak berbeda. Kalau Pearly White agak powdery, sementara Pink Orchid lebih lembap sedikit. Selain itu, di dalam keterangan kedua produk pelembap ini, tidak ada perbedaan yang berarti, sama-sama mencerahkan, sama-sama memberikan perlindungan terhadap UV, dan sama-sama memberikan janji putih merona.


Tentang hasil ketika dipakai di wajah, memang secara instan bisa membuat warna kulit cukup rata, agak cerahan, dan powder finish. Powder finish itu maksudnya adalah ketika sebuah pelembap dipakaikan ke kulit, rasanya udah cukup oke meskipun nggak pakai bedak. Tapi kalau saya yang pakai sih, tetep dikasih bedak, sama kadang-kadang foundation atau BB Cream sih. :D

Pakai Citra Pink Orchid
Nebeng pajang foto-foto temen saya ya, Ajeng sama Utari.
Gimana dengan ketahanan sama minyak muka? Sebagai pemilik kulit berminyak akut, pelembap Citra nggak begitu nendang untuk mengatasi kulit berminyak saya, jika dipakai sendirian. Untuk itu, saya barengi pemakaiannya dengan bedak yang punya stay power bagus, atau BB Cream khusus untuk kulit berminyak. Beres deh.

2. Citra Pink Orchid Facial Foam


Ini adalah pasangan si Pelembap Citra Pink Orchid, saya sempat memakainya selama beberapa hari. Kesan saya memakai facial foam ini adalah: busanya sangat banyak, thick, dan aromanya enak. Kamu yang suka membersihkan wajah pakai busa-busa yang lembut pasti suka deh. Apalagi harumnya wangi sekali. Tapi di kulit saya, facial foam yang kebanyakan busa malah bikin kulit menjadi kering, mungkin karena saya sudah terbiasa pakai facial wash free sls kali ya? Ohya, harap dicatat bahwa efek kulit kering ini nggak selalu terjadi pada setiap orang. Namanya aja produk skincare, pasti cocok-cocokan sama yang pakai, iya kan?

Eh, Jeng, saya barusan update info glossary di sini lho, saya barusan nambah istilah baru: swatch dan first impression. Yuk dicek, untuk memperkaya pengetahuan tentang dunia review di beauty blogger. Hehehe.

Salam,

+Andhika Lady Maharsi
Continue reading Citra Pink Orchid Facial Foam & Moisturizer First Impression

Wednesday, November 19, 2014

, ,

Makeup Wisuda untuk Zana & Novita


Selamat untuk Zana, M. Si dan Novita, M. Si atas wisuda S2nya. Nggak nyangka temen satu angkatan di SMA dulu, sekarang sudah menyandang gelar Master dalam usia semuda ini. :3. Iya, 24 itu masih masuk muda kan ya? Hehehe. Merupakan kehormatan bagi saya menjadi perias kalian di hari itu. Mudah-mudahan gelar Masternya segera menular. Aamiin. :)


Aktifitas rias-merias pas wisuda kemarin sekaligus jadi ajang reuni kami. Soalnya memang sudah sejak SMA kami belum pernah ketemu, yeahh sekitar 6 tahun yang lalu deh. Sudah lama ya? Pokoknya semua hal diobrolin, dari si A yang akhirnya nikah sama B, si B yang dapet beasiswa ke luar negeri, dan semua kisah-kisah khas jaman SMA yang seru banget dibahas. Ohya, karena sebuah alasan, saya tidak memotret foto before mereka. Dan, foto afternya ternyata nggak begitu bagus dan agak ngeblur. Tapi meskipun begitu, nggak jadi persoalan kan, kalau saya menulis aktifitas ini sebagai cerita bahwa 'Eh, saya abis reuni sama kawan SMA loh, memangnya cuman Cinta yang bisa reuni? Meskipun nggak ada tokoh Rangga di sini'. Haha.

Selamat sore,
Tulisan ini ditulis dengan sepenuh hati,
+Andhika Lady Maharsi
Continue reading Makeup Wisuda untuk Zana & Novita

Sunday, November 9, 2014

,

[Jenganten NOTD] Aksen Tulisan Koran di Kuku


Hari ini saya baru saja mencoba mewarnai kuku menggunakan kertas koran. Hah? Kok pakai koran? Emangnya pakai kuteks saja masih kurang? Hoho, nggak begitu Jeng, pakai koran maksudnya adalah dipakaikan kuteks dulu, baru ditimpa koran. Penggunaan koran ini difungsikan untuk mengambil aksen tulisan-tulisan dari koran supaya menempel ke kuku.

Yuk kita lihat langkah-langkahnya. Bahan-bahan yang dipersiapkan adalah :
1. Kertas koran.
2. Kuteks warna cerah.
3. Top coat.
4. Alkohol.
5. Gelas untuk merendam.
6. Tangan kamu (ya iyalah).



Langkah-langkah:
1. Warnai kuku kamu dengan kuteks warna cerah.
2. Rendam potongan kertas koran di dalam alkohol.
3. Tempelkan kertas koran yang sudah terkena alkohol ke kuku kamu.
4. Tunggu sebentar sambil ditekan-tekan.
5. Sebelum benar-benar kering, angkat potongan kertas koran dari kuku.
6. Taraa, tulisan koran sudah ada di kukumu!
7. Akhiri dengan pemakaian top coat untuk mempertahankan tulisan di kuku.


Tips tambahan:
1. Untuk warna tulisan koran yang lebih vibrant, bisa dicoba dengan ngeprint sendiri kertas hvs tipis dengan tinta warna hitam.
2. Semakin cerah dasar kuteks yang dipakai, semakin tulisan koran menjadi lebih kelihatan.
3. Saya mengambil kertas koran biasa, artinya ketika ditempelkan di kuku, hasilnya adalah tulisan yang terbalik (kayak di cermin). Supaya lebih nggak kebalik, ada baiknya ngeprint sendiri dengan aksen huruf terbalik.
4. Jangan kelamaan menempelkan kertas ke kuku karena sisa kertas bisa ikutan menempel dan hasilnya jadi jelek.
5. Percobaan kali ini bisa dibilang gagal, coz warna tulisan yang sampai di kuku saya masih kurang jelas. Next mungkin saya akan praktikkan tips nomor 1-4 supaya bisa lebih bagus hasilnya. :)


Selamat mencoba.

Continue reading [Jenganten NOTD] Aksen Tulisan Koran di Kuku

Saturday, November 1, 2014

, , , , ,

Himalaya Facial Wash, Scrub & Sneak Peek Manado


Saya ada sedikit curhatan soal kulit muka nih. Beberapa bulan lalu, saya menemui bahwa kulit muka saya agak sensitif dan mudah kemerahan. Apalagi kalau kena matahari, sampe-sampe temen saya bilang 'kamu mukanya kayak Ratu Atut'. Hihi, maksud temen itu, muka saya kelihatan glowly pink kayak muka Ratu Atut. Tapi saya kan nggak terima dong masa muka saya disamain kayak muka koruptor? Biar gimanapun saya tetep lebih senang kalo dibilang muka saya kayak Raisa. #teteub

Oke, abaikan soal Ratu Atut. Jadi ceritanya muka saya jadi agak sensitif, padahal sudah saya pakein sunblock biar gak kena matahari. Terus, saya coba riset kecil-kecilan sambil Googling. Hampir semua mengatakan kalau penyebabnya adalah salah kosmetik, atau skin carenya terlalu berat. Terus saya mikir dan bikin list kosmetik apa saja yang sedang saya pake, terus ngecek ulang apakah ada bahan-bahan alergen atau tidak, ada nomor BPOM atau tidak, dkk. Nah, setelah saya cek kok aman semua? Gimana dong inih kulit?

Lalu karena banyak pertimbangan, saya memutuskan untuk mengurangi pemakaian skin care. Dari yang tadinya pake 3 lapis, cukup 1 lapis saja. Dari yang tadinya pake krim malem bejibun, saya kurangi jarang-jarang. Contoh yang saya kurangi adalah Tretinoin dan Kelly (sekarang udah lepas blas dari Kelly). Lalu saya juga mulai melirik produk sabun muka bebas SLS. Itung-itung mengurangi alergi. Ini contoh produk pembersih bebas SLS yang saat ini sedang saya pake (dan cukup puas sama hasilnya)

1. Himalaya Herbal Purifying Neem Face Wash

Saya beli sama scrubnya. :)
Produk ini mengklaim tidak mengandung Paraben dan SLS. Paraben adalah bahan pengawet kosmetik. Sejauh ini memang belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa paraben itu berbahaya. Namun bagi beberapa orang, Paraben bisa menimbulkan alergi. Sedangkan SLS adalah singkatan dari Sodium Lauryl Sulphate yang mana bertanggungjawab terhadap banyaknya busa yang keluar ketika sebuah produk sabun kamu gosok-gosok. Memang menyenangkan bisa mandi atau cuci muka dengan busa melimpah, tapi yang sering terjadi adalah kulit menjadi lebih kering ketika baru saja dikenai busa banyak.


Kesan saya memakai Himalaya Neem Facial Wash:
+ Bebas SLS, busa yang ditimbulkan tidak terlalu banyak. Lebih aman untuk kulit.
+ Berwarna hijau bening dengan aroma lembut.
+ Mengandung kunyit yang berguna mengontrol jerawat. Btw, saya pernah posting masker dari kunyit di sini loh.
+ Ada versi kemasan kecil yang cocok dibawa traveling.
+ Produk India, tapi mudah dicari di Indonesia
+ Tidak membuat kulit kering.
+ Wadahnya transparan, kamu akan tahu kapan saatnya membeli facial wash baru.

2. Himalaya Herbals Purifying Scrub


Ada macam-macam jenis scrub, contohnya yang harus diolah dulu dengan dicampur air, ada juga yang praktis kayak gini. Tinggal bersihkan wajah terlebih dahulu pake cleanser, kemudian basahi pakai air, lalu tinggal dipakekan scrub ke seluruh muka kecuali area mata.


Kesan memakai Himalaya Neem Scrub:

+ Butiran scrubnya pas, tidak terlalu besar/kecil. Butiran ini adalah bagian dari buah Aprikot yang berguna mengangkat komedo.
+ Praktis dipakai, tinggal dimasukkin ke daftar alat-alat mandi.
+ Asik dibawa traveling. Misalnya kamu habis panas-panasan di luar dan mukanya jadi kusam. Pas pulang ke penginapan tinggal pakai scrub ini, kesan kusam bisa langsung ilang.

Ngomong-ngomong traveling, selama dua bulan ini saya lagi banyak banget kerjaan yang menuntuk untuk bepergian. For the first time in forever saya merasa kayak cewek karir sungguhan (tapi tetep hore). Setiap minggu menenteng koper ke Bandara, ngantri cek in, harus siap kerja remote dari mana saja, menenteng dokumen yang beratnya segaban, pulang cuman pas weekend. Abis itu, itinerary datang lagi, ke tempat yang berbeda lagi. Buat saya dinikmati sajalah, alhamdulillah dikasih kesempatan untuk bisa melihat tempat-tempat keren di seluruh Indonesia. Kayak minggu kemarin, saya baru dari Manado (kota tanpa cewek jelek, LOL), di mana saya menginap di hotel yang pleasurable-nya keren banget. Hotel ini berinisial 'N' yang lokasinya dekat Bandara.




Ngisi jambangan.
Pakpung dulu. :3
Salam,

@andhikalady
Continue reading Himalaya Facial Wash, Scrub & Sneak Peek Manado