Showing posts with label traveling. Show all posts
Showing posts with label traveling. Show all posts

Monday, August 10, 2015

, , ,

[Traveling] Ke Istana Maemoon Medan

Kalau kamu ke kota Medan, cobalah jangan hanya kunjungi Merdeka Walk yang punya Dimsum super enak, atau wisata mainstream seperti ngemal rasa kota paling ngehip di Sumatra. Luangkan waktumu untuk berkunjung ke situs budaya kota setempat, seperti istana peninggalan kerajaan Deli di tahun 1800an ini. Namanya adalah Istana Maemoon. Dugaan saya, istana ini dibangun khusus untuk seorang wanita cantik bernama Maemoon yang mampu menjadi permaisuri kecintaan Sultan dan menurunkan banyak keturunan untuk sultan. Eh, itu mah kisah Jodha Akbar ya, sori, sori. :D

Dinamakan Istana Maemoon, karena lokasi alamatnya berada di kecamatan Medan Maemun. Dahulunya tempat ini dikenal dengan kerajaan Islam Deli. Kawasan ini satu komplek dengan Masjid Raya Al Maksum Medan yang dibangun oleh kerajaan yang sama, di kurun waktu yang kurang lebih sama. 

Ehm, sebetulnya saya agak kecewa dengan fakta ini. Saya sudah membayangkan kisah romantika Ratu Maemoon dari Deli yang berhasil mempesona Sultan Mahmud Al Rasjid. Lalu si Ratu Maemoon punya banyak musuh yang ingin membunuh dan menggantikan posisinya sebagai ratu. Tetapi Raja tetap setia pada sang Ratu, dst, dst sampai berdirilah istana ini untuk mengenang sang Ratu. Ternyata, tidak ada romantika yang terjadi, bahkan tidak ada wanita bernama Maemoon yang menjadi ratu. Yasudahlah, kita nikmati saja isi dan arsitektur istana ini, sambil membayangkan imajinasi versi kalian sendiri, hohohoho.

Pose dulu di depan istana.
Tampak luar istana ini berwarna kuning mewah khas Sumatra. Kuningnya itu mengingatkan saya pada alat-alat dan kain emas asal Melayu. Istananya sendiri bertingkat dua, dan untuk bisa masuk ke dalamnya, pengunjung harus melepas alas kaki. Tiket masuknya murah banget, hanya lima ribu per orang, sewa baju sepuluh ribu, dan foto sepuluh ribu. Jadi total untuk berwisata di Istana Maemoon sekitar dua puluh lima ribu. Menurut saya ini murah banget untuk bisa menapak tilas di istana peninggalan kerajaan Indonesia di masa lalu.


Di dalamnya kita akan melihat bermacam benda-benda pajangan peninggalan kerajaan Deli. Istana ini rupanya difungsikan sebagai museum juga oleh pengelola. Bermacam barang-barang tersebut adalah: singgasana raja (boleh diduduki), kamar tidur raja (tidak boleh diduduki), piring-piring, alat musik, foto-foto, sampai foto kunjungan Sultan Yogyakarta juga pun dipajang di sini. Hehe, saya selalu senang kalau ada hal-hal yang berbau Yogyakarta di manapun itu berada. Lalu ada pula kios penjualan souvenir dan batu akik. Kayaknya jaman sekarang kalau toko nggak jual batu akik itu kurang endhes gitu ya?

Tempat tidur kerajaan.

Ada sesuatu yang catchy dari benda yang memiliki tuts hitam dan putih.

Dulunya piring-piring ini adalah piring makan, sekarang menjadi pajangan.
Well, cukup disayangkan ketika saya berkunjung ke sana, hanya kamera handphone yang saya bawa. Alhasil kurang bisa menangkap cahaya dengan bagus. FYI, pencahayaan di dalam istana agak gelap, karena minim lampu dan jendelanya hampir selalu tertutup. Tapi di sini juga keunikannya, istananya terasa adem meskipun tak ber-AC. Jika kamu akan ke sini, pertimbangkan untuk membawa kamera yang lebih niat.

Salah satu keseruan yang bisa kamu lakukan di sini adalah menyewa baju adat Deli untuk dipakai foto-foto di istana. Ada banyak macam pilihan warna, juga ada baju couple kalau kamu datang bersama pasangan. Saya juga nyewa dong, supaya bisa eksis. LoL. Cuman karena di dalam istana cahayanya nggak begitu bagus, saya foto-foto di luar.



Kesan selama mengunjungi Istana Maemoon Medan:

1. Istana ini merupakan kebanggaan warga Medan. Miniatur dan wallpaper gambar Istana Maemoon terpajang di Bandara Medan dan dinas pariwisata setempat. Oleh karena itu, mengunjungi Medan adalah sama dengan wajib mengunjungi Istana Maemoon.

2. Cukup disayangkan bahwa istana ini sebagian telah digunakan sebagai tempat tinggal untuk para warga keturunan Sultan Deli. Memang sih, ini istana warisan keluarga kerajaan. Tapi apa pemerintah setempat nggak berinisiatif untuk buatkan hunian untuk para keturunan Sultan tersebut supaya keseluruhan kompleks istana ini digunakan sebagai cagar budaya dan wisata? Ini adalah masalah klasik istana-istana peninggalan di Indonesia. Contoh yang dekat dengan saya adalah Taman Sari Yogyakarta. Kawasan ini sudah menjadi tempat padat penduduk, sehingga setiap mengunjungi sana, saya bingung ini mana yang istana, mana yang tempat jemur-jemur pakaian. :(

3. Untuk ke tempat ini, nggak perlu effort banyak karena lokasinya di tengah kota dan pusat peradaban. Kamu tinggal nyegat bentor (becak motor) yang ada di setiap sudut jalan kota Medan, lalu minta abang-abangnya untuk antarin ke Istana Maemoon. Naik bentor itu murah dan seru loh. Jalan-jalan itu nggak perlu manja selalu naik taksi kan?

4. Mengunjungi Istana Maemoon juga nggak butuh waktu lama sampai seharian. Cukup sejam - dua jam saja sudah bisa full keliling-keliling istana sudah termasuk foto-foto sampai puas. Saya kemarin ke sini pagi hari jam 9an, lalu pulang jam 10an untuk kejar pesawat. Wong rencananya ke Istana Maemoon juga nyuri-nyuri waktu disempet-sempetin. 

Tips untuk mengunjungi Istana Maemoon:

1. Datang pagi-pagi ketika istana baru buka, yaitu sekitar pukul 8.00 WIB. Supaya pengunjungnya belum banyak dan bisa haha hihi dan nggak ngantri foto.
2. Pakai makeup tipis-tipis yang foto-able. Soalnya bakalan wagu kalau pakai baju adat bagus tetapi mukanya kurang makeup. Sebetulnya di lokasi ada jasa makeup, tapi lebih baik makeup-an sendiri dari rumah. Ayolahh, pembaca jenganten.com pasti udah pada pinter makeup kan?
3. Bawa kamera yang 'niat', kamu akan kepingin punya foto-foto yang bagus. Entah untuk dokumentasi, untuk update IG, untuk FB, Path, dll, dll.
4. Mengunjungi Istana Maemoon akan lebih lengkap kalau juga datang ke Masjid Raya Al Maksum Medan. Arsitekturnya mirip dan kece banget.


Nah itu kisah perjalanan singkat ke Istana Maemoon, Medan. Traveling saya nggak pakai drama #tanpapengaman #liburanberdua #hubunganintim #sekamarberdua #mukakekotaan , terus pulangnya bikin blog khusus untuk ngebahas kronologi #lovelymoment dan nuntut pertanggungjawaban anak artis kok. Saya sudah punya blog Jenganten sejak tiga tahun yang lalu dan ini sama sekali bukan liburan.

Bandara Medan yang baru letaknya jauh, harus naik kereta sejam dulu.


Continue reading [Traveling] Ke Istana Maemoon Medan

Sunday, May 3, 2015

, ,

Candi Abang Bersama Gang Girang

Di salah satu agenda bulan lalu, saya dan kawan-kawan (sebut saja Gang Girang) pergi tamasya dan rame-rame melakukan photosession untuk kado nikahan salah satu kawan kami, Utari. Kami pengen memberikan sesuatu yang spesial dan anti mainstream untuk pernikahan sahabat kami. Lalu, disusunkan konsep foto sesyen yang melibatkan kami berempat, termasuk sang bride-to-be (sekarang udah merit). Lokasinya dipilih di Candi Abang, Berbah. Sekitar 20 km arah timur kota Yogyakarta.

Candi Abang, errr, agak susah menjelaskannya. Namanya memang candi, tapi penampakannya tidak lebih dari gundukan bukit kecil yang keseluruhannya ditutupi rumput. Kabarnya candi yang sesungguhnya tersembunyi di bawah gundukan tanah ini. Saya kepo sekilas ke Wikipedia, memang benar, di Candi Abang ini ada setumpukan bebatuan candi beserta simbol Yoni di kawasannya. 


Kini selain jadi obyek wisata sejarah, Candi Abang juga jadi tempat favorit para fotografer yang ingin mencari spot-spot menarik untuk difoto. Memang, pemandangan di sini bagus. Lokasinya agak naik di atas bukit dan dapat melihat pemandangan kota Jogja dari atas. Tiket masuknya nol rupiah, tapi kamu harus bayar parkir untuk kendaraanmu. Ohya, jangan lupa untuk beli-beli makanan kecil yang dijual penduduk setempat ya. Hitung-hitung membantu perekonomian masyarakat sekitar.

Saya, Utari, Monica, dan Ajeng
Untuk mencapai tempat ini, tinggal menelusuri jalan menuju Berbah. Atau dari kawasan Bandara Adisutjito ke arah selatan. Atau gampangnya, klik di sini deh untuk referensi lokasi. Dari parkiran ke lokasi, kamu harus jalan kaki melewati bebatuan yang agak menanjak. Hindari memakai sepatu berhak tinggi. Kalau memang mau foto-foto cantik, pakai sendal tepos atau jepit sekalian dahulu untuk jalan kaki naik. Lalu di atas, baru deh, ganti alas kakimu pakai sepatu princess untuk foto-foto.



Tempatnya terbuka dan masyaallah panas nian, apalagi kalau datang di siang hari. Tapi gimana ya, cahaya terbaik untuk foto-foto ya siang hari itu. Maka, demi kualitas foto, kami abaikan dulu kenyamanan dan rasa panas. Hihi. Tips dari saya kalau mau niat foto-foto di sini:

1. Datang pagi hari, kurang dari jam 8.
2. Buka ramalan cuaca dulu. Pastikan nggak mendung banget.
3. Bawa payung!
4. Bawa sandal nyaman untuk naik bukit.
5. Pake sunblock, suncsreen dan sejenisnya. Dengan kadar SPF tinggi.
6. Bawa minum yang banyak. Atau beli saja dari masyarakat sekitar yang suka buka lapak.
7. Jika pengen foto di sore hari, datanglah sore hari. Kabarnya sunset di sini keren. Sayang kemarin kami pulang ketika masih siang.

Jealously melanda, karena dia yang menikah duluan di antara kami. Hohoho.
Ada insiden ketika saya maksain naik bukit pakai hak tinggi, terus saja jatuh. Sebelum jatuh, saya sempet mau meraih tangan Monica, tapi belum sampai meraih, saya sudah duluan nyakar secara nggak sengaja. Huohoho. Maafkan aku Muomooonn, semoga nggak jadi luka seumur hidup.

 Nah, kira-kira hasil akhir pemotretannya jadi kayak gini:
Kami nge-kiss Utari pas pakai lipstik merah (harus lipstik merah), lalu nyuruh doi pulang ke rumah tetapi nggak boleh menghapus bekas lipstik di mukanya! Wkwkwk. Konsep yang seru, kalau kami bilang. Karena gift seperti ini bakal terkenang karena Utari harus majang foto kita ini di dinding rumahnya dan kalau anaknya kelak bertanya, terpaksalah aib kami harus dibongkar, lalu keaiban kami akan diketahui anak-anaknya Utari selama tujuh turunan yang namanya sahabat harus tetep dikenang seumur hidup.

Who cares? I'm awesome.
Sesi foto-fotoan ini tak akan bisa berjalan lancar tanpa peran orang-orang hebat ini:
1. Ajeng. Monica, Utari.
2. Sang fotografer yang sangat berbakat, Enand. Untuk melihat karya-karya Enand, bisa dilihat di sini:


It's not the ending, it's beginning.
+Andhika Lady Maharsi
Continue reading Candi Abang Bersama Gang Girang

Monday, December 29, 2014

, , , ,

Gallery: Aceh dan Tsunami

Aceh saat ini. Pelabuhan Ule Lheue.
Sepuluh tahun yang lalu, 26 Desember 2004, saudara kita di ujung pula Sumatera terkena hempasan dahsyat ombak Tsunami. Ratusan ribu dinyatakan tewas dalam kejadian ini. Sisanya harus hidup bergantung pada pengungsian. Bencana ini tak hanya jadi sorotan berita nasional, melainkan gema bingarnya sampai ke ujung dunia. Sejenak dunia perberitaan nasional (dan juga internasional) melupakan isu-isu pergerakan gerakan merdeka dari daerah ini. Isu kemanusiaan menjadi paling utama. Setiap bahagian penduduk bumi ini memberikan sumbangsih yang mereka bisa.

Kini Aceh telah banyak berbenah. Meskipun bencana Tsunami tidak mungkin dihapus dari jejak sejarah kota ini, penduduk Aceh tengah beranjak move on dari kesedihan. Bekas-bekas Tsunami dijadikan monumen dan museum. Hampir di setiap masjid, hotel dan tempat umum, selalu dipajang foto-foto kondisi ketika diterjang tsunami. Bahkan di kantor yang saya kunjungi, di pintu masuk dibuat semacam garis setinggi paha orang dewasa yang bertuliskan "ketinggian air Tsunami". Orang Aceh yang pernah saya temui mengatakan "Tidak apa tanah kami terkena hempasan, tapi lihatlah tempat kami, sekarang indah, swadaya dan makmur".


Masjid Baiturrahim, masih teguh berdiri dan menjadi satu-satunya bangunan yang masih utuh ketika diterjang tsunami.
Hampir di setiap bangunan memiliki penanda ketinggin air seperti ini.
Kemakmuran Aceh bisa dilihat di sudut-sudut perkotaan dan taman-taman yang tertata apik. Bekas-bekas Tsunami dijadikan museum peringatan. Contohnya Museum Tsunami. Kuliner Aceh juga berbenah menjadi tempat yang makanannya enak-enak. Warung-warung kopi Aceh yang terkenal lezat sekali menjamur dan menjadi tempat bergaul nge-hip pemuda-pemudi Aceh. Kalau di kota kamu abege-abege main di mal, nonton bioskop, atau karaoke, abege-abege Aceh main di warung kopi sambil menonton klub bola kesukaan. Orang Aceh tidak masalah ketika pemerintah daerah melarang pendirian diskotik, karena mereka rasa itu tidak perlu. Para keluarga di Aceh yang punya anak kecil juga tidak masalah jika di Aceh tidak dibangun mal besar dengan wahana Timezone, kan mereka tetap bisa ajak anak-anak main ke taman-taman kota yang lengkap dengan perosotan dan ayunan.





Mie Aceh Kepiting. Menu dengan kepiting sebesar ini, harganya cuman 25-30 ribu doang!
Saya baru sekali berkunjung ke Aceh dan saya langsung jatuh cinta dengan kotanya. Kulinernya enak-enak dan masyarakatnya santun-santun. Apakah jika ada cewek nggak hijab di tempat umum lantas ditangkap terus dibungkus kepalanya? Tidak tuh. Apakah jika ada cewek yang bonceng ngangkang lalu ditangkap polisi? Enggak juga, beberapa di antara yang saya lihat, tidak sedikit juga yang pakai celana jins. Syariah Islam memang menjadi etiket di provinsi Aceh, tapi bukan berarti tidak menghargai yang tidak mengikutinya. Malahan saya heran kok ketika saya Googling tentang Aceh, berita yang muncul adalah 'Upacara rajam pemuda-pemudi yang ketahuan pacaran', 'Aceh menerapkan hukum yang dinilai melanggar HAM', 'Isu larangan non jilbab' dkk. Kenapa jarang sekali berita tentang kopi Aceh yang enak banget, atau artikel di majalan mode yang bilang tas-tas dan batik khas Aceh itu lucu-lucu? Mungkin awak medianya yang kurang piknik kali ya? Semoga saya salah, barangkali saya saja yang kurang kepo berita tentang Aceh. :p


Masjid Raya Baiturrahman, masjid terbesar kota Banda Aceh.
Interior Masjid Baiturrahman.
Masih di Pelabuhan Ule Lheue. Pelabuhan menuju pulau Sabang
Tempat mana saja yang bisa kita kunjungi selama di Aceh? Kalau kamu punya waktu dan dana cukup, disarankan untuk mampir menyeberang ke pulau Weh/kota Sabang. Di sana kamu bisa jalan-jalan dan menuju titik nol, yakni titik ujung paling barat Negara Indonesa. Tetapi jika waktunya sedikit, tempat asik di sekitar kota pun nggak kalah seru. Misalnya mengunjungi warung-warung kopi (di warung manapun, semua kopinya enak), ke museum dan monumen, dan juga ke pantai.

Rumoh Aceh, warung kopi yang juga menjual kopi Luwak.
Dan tentu saja, jangan sampai kamu melewatkan Museum Tsunami. Museum yang didesain oleh Pak Ridwan Kamil sebelum menjadi walikota Bandung ini menampung banyakk cerita tentang Tsunami. Dari foto-foto tsunami, kisah seorang anak yang kehilangan keluarganya ketika bencana, sampai sebuah jam dinding -sumbangan dari seorang penduduk- yang jarumnya menunjuk ke waktu kejadian tsunami. Konon jarum jam tersebut tetap tidak mau kembali ke jarum semula.



Di salah satu bagian museum, terdapat ruang yang dinamai Ruang Doa, di situ ditulis nama-nama korban yang wafat akibat tsunami sepuluh tahun yang lalu. Ruangan tersebut berbentuk kubah gelap. Hanya ada satu cahaya yang menerangi, yaitu sebuah lubang di puncak kubah, yang dari bawahnya kita bisa melihat ada tulisan asma Allah di sana. Ruangan ini juga diiringi sayup lagu tradisional Aceh yang makin membuat bulu kuduk merinding.






Backpacker ke Aceh, mungkinkah? Mungkin banget. Katakanlah tiket pesawat nggak dihitung (hitung sendiri dari tempat tinggal masing-masing ya), penginapan di Aceh harganya kisaran 200ribu sampai 300ribu. 300 ribu itu saja sudah mendapat hotel yang bagus banget, tinggal dibagi beberapa orang yang kamu ajak jalan-jalan deh. Coba cek Hotel Medan. Untuk makanan, sejauh yang saya amati harganya nggak terlalu mahal banget kok (kepiting aja harganya 25ribuan). Segelas kopi harganya 3 ribu rupiah. Biaya masuk ke museum-museum, semuanya gratis. Di Aceh, banyak tersedia angkot-angkot yang muter-muter ke tempat-tempat seru.

Saya belum mencoba jalan-jalan ke Aceh ala backpacker, kemarin ini kebetulan karena ada pekerjaan di sana. Tapi suatu saat semoga kesampean ke Aceh lagi. Ke pulau Weh! Nyegur atau snorkel di sana. Winkkk.

By the way, kenapa saya menulis post traveling di beauty blog Jenganten? Pertama, saya pengen ikut memperingati satu dasawarsa tsunami. Kedua, saya pengen pembaca-pembaca tahu bahwa Aceh itu nggak sebegitunya kok. Aceh nggak seekstrim yang diberitakan di media-media berita. Aceh itu seru dan nyaman untuk dikunjungi. Aceh juga menggabungkan antara iklim Islami yang kental, plus toleransi yang dijunjung tinggi. Ketiga, saya ingin meneruskan pesan yang disampaikan seorang Bapak yang saya temui di Aceh yaitu: ajaklah orang untuk ke Aceh, Aceh itu aman, beritahukan pada semua orang bahwa di sini kalian akan dijamu dan dimanja dengan keramahtamahan khas Aceh.

Selamat pagi,
+Andhika Lady Maharsi
Continue reading Gallery: Aceh dan Tsunami

Friday, February 7, 2014

, , , , , , , ,

Wardah Lip Palette Chocoaholic



Beberapa waktu lalu, saya sudah mereview Wardah Lip Palette Perfect Red di sini. Kesimpulannya: saya suka sama lipstik palet tersebut. Meskipun sana-sini banyak yang bilang kekurangannya banyak, seperti teksturnya nggak nyatu di bibir, pas dipakai sedikit berbeda dengan lipstik aslinya, gampang kering, dll. Tapi sejauh ini, saya masih oke-oke saja dengan lipstik yang datang ramai-ramai delapan warna dalam satu wadah itu. 




Saya suka dengan lipstik yang datang berramai-ramai. Ihihi. Melihat warna-warni lipstik dalam satu waktu itu rasanya surga. #eh

Kiri: Chocoaholic, kanan: Perfect Red (sudah dicolek)

Oke, kembali ke topik. Wardah sebagai produsen kosmetik lokal memproduksi tiga jenis palet lipstik yang terdiri dari varian lipstik keluaran Wardah. Masing-masing palet tersebut berisi delapan variasi warna yang berbeda. Tipe Perfect Redadalah kumpulan lipstik nuansa warna merah. Tipe Pinky Peach kumpulan warna pink, dan yang akan saya review singkat kali ini adalah tipe Chocoaholic, yaitu kumpulan lipstik dengan nuansa warna cokelat/nude natural. 


Menurut saya, tipe kemasan lipstik palet begini cocok diterapkan untuk kawan-kawan yang suka bereksperimen dengan warna-warni lipstik. Cara pakainya menggunakan kuas dan bisa dicampur dengan warna lainnya. Selain itu, karena faktor harganya yang cukup murah, tipe lipstik palet ini juga cocok dipakai kawan-kawan yang ingin belajar pakai lipstik macam-macam tanpa harus membeli banyak warna. Lebih hemat kan?

Yuk kita bahas soal warnanya, 



Wardah Chocoaholic, meskipun judulnya cocoa/nude/cokelat, tetapi pada kenyataannya warna-warna lisptiknya sangat bervariasi. Dari warna merah menyala, merah darah, pink agak peach sampai warna nude natural ada dalam satu palet. Begini warna-warnanya:
 

Exclusive 44:Berwarna merah gelap, agak seperti merah darah. Tekstur lembut dan mudah menempel ke bibir tanpa menggumpal.
Matte 09:Berwarna merah hangat/warm menyala. Teksturnya matte, hampir tidak ada kilap sama sekali. Cocok untuk makeup retro. Seperti temen saya, Santi yang memakai makeup Arabian.





Excluseive 26:Berwarna merah dingin/cool dengan level kemerahan yang lebih natural dari Matte 09. Cocok untuk kawan-kawan yang berkulit cool.
Exclusive 41:Warna peach natural.
Exclusive 49:Warna peach dengan hint orange.
Matte 20:Warna nude yang sempurna menutup bibir. Tekstur matte. Cocok dipakai untuk yang pengen pakai lipstik tapi nggak kelihatan pakai lipstik.

Saya memakai Matte 20. Seperti tidak memakai lipstik, namun mampu menutup kekurangan pada bibir.

Exclusive 48:Warna pink dengan hint cokelat yang natural.

Exclusive 37:Warna pink hint cokelat dengan kondisi warna yang hampir mirip dengan Exclusive 48.
  

Oh iya, review tentang kuas, kemasan, tekstur, dan lain-lain bisa tengok di post saya yang Review Perfect Red Lip Palette.

Yang foto terakhir, saya pinjem gambar mbak Aprissya dan Desiana untuk ngikut nampang di jenganten.com. Hihi. Foto tersebut diambil ketika kami Yudisium di Fakultas Teknik bulan kemarin. Alhamdulillah, akhirnya saya yudisium juga. Status mahasiswa S1 hilang sudah. Kelak impian saya dandanin wisuda yang bukan ke orang lain akan terlaksana juga.:')

Kabar lain, saya sekarang sedang di Manokwari untuk urusan kerjaan. Kalau kata Jeng Hana Anindhita, makanan di sini enak-enak, makannya saya kemarin kulineran Papeda yang katanya makanan khas sini. Apa sih Papeda? Itu semacam makanan terbuat dari sagu, bentuknya kenyal kayak lem. Rasanya tawar, tetapi ketika dihidang bersama kuah ikan dan cah kangkung, rasanya jadi 10 kali lipat lebih nikmat!! Apalagi dimakan di daerah asalnya.

Papeda

Btw, btw, saya ke Papua cuma bawa satu palet lipstik ini loh. Dan selesailah semua masalah pergincuan. Hehe.


 
Continue reading Wardah Lip Palette Chocoaholic